BeincryptoBeincrypto

Rahul Advani, Policy Director Ripple APAC: Inovasi Kripto Mengalir ke Asia Pasifik, karena Ada Kejelasan Peraturan

Di sela-sela acara Coinfest Asia 2023, BeInCrypto Indonesia berkesempatan berbincang bersama dengan Rahul Advani, Policy Director Ripple APAC (Asia Pasifik) untuk mendiskusikan berbagai hal. Dalam kesempatan ini, dia menguraikan prospek industri kripto di Asia Pasifik.

Ripple melihat APAC sebagai salah satu yurisdiksi terpenting di dunia. Di tingkat regional, kawasan ini terus mendominasi. Dalam beberapa tahun terakhir, jumlah karyawan Ripple di kantor Singapura juga menjadi dua kali lipat.

Pada 21 Juni lalu, Ripple berhasil memperoleh Persetujuan Prinsip untuk permohonan Major Payments Institution License dari Otoritas Moneter Singapura (MAS). Lisensi itu akan memungkinkan Ripple menawarkan produk dan layanan token pembayaran digital (DPT) yang teregulasi di Singapura. Selanjutnya, hal tersebut meningkatkan penggunaan layanan On-Demand Liquidity (ODL) dari Ripple yang mendukung aset kripto.

“Jadi, kami melihat banyak potensi di APAC. Kami terus membangun dan terus mengembangkannya. Kami sangat yakin bahwa APAC akan menjadi tempat inovasi, tempat bagi perusahaan seperti Ripple untuk berkembang dan tumbuh, serta memberikan solusi yang mampu memecahkan masalah,” ungkap Rahul Advani saat ditemui oleh redaksi BeInCrypto di acara Coinfest Asia 2023 hari kedua.

Sesi wawancara Rahul Advani bersama Redaksi BeInCrypto Indonesia di Coinfest Asia 2023
Beincrypto

Menurutnya, ketika regulator Amerika Serikat (AS) masih memilih melakukan pendekatan regulasi melalui ‘penegakan hukum’, hasil akhirnya adalah inovasi akan meninggalkan Negeri Paman Sam.

“Inovasi itu akan ke Asia Pasifik, karena ada kejelasan peraturan. Jadi, kami melihat ini sebagai kemenangan bagi Asia, kami melihatnya sebagai kemenangan bagi industri. Ripple akan terus membangun dan mengembangkan solusi yang kami tawarkan.”

  • Baca Juga: Ripple: Penggunaan Blockchain untuk Pembayaran Bisa Menghemat Rp150 Triliun

Ada Kejelasan Regulasi Kripto di Asia Pasifik

Rahul Advani mengatakan bahwa Ripple melihat kejelasan peraturan di sejumlah yurisdiksi yang ada kawasan Asia Pasifik.

Ripple menilai ada yurisdiksi yang matang; seperti di Singapura, Tokyo, Jepang, dan sekarang di Hong Kong—yang memiliki rezim peraturan kripto baru yang memberi kejelasan untuk beroperasi di yurisdiksi tersebut.

“Yurisdiksi lain seperti Thailand dan Indonesia memiliki kerangka perizinan. Jika Anda memiliki bisnis exchange, Anda tahu apa kewajiban Anda sebagai exchange, apa persyaratannya sebagai exchange.”

Dia pun melihat sejumlah yurisdiksi lain di APAC yang berupaya memberikan kejelasan tersebut.

Di Korea Selatan, misalnya, regulator sedang mengerjakan undang-undang (UU) untuk memberikan kejelasan mengenai aset digital. Kemudian, Australia telah mempertimbangkan hal ini sejak lama, dan mungkin saja akan ada lebih banyak momentum pada tahun ini. Lalu, Selandia Baru sedang dalam tahap awal untuk mempertimbangkan apa yang perlu dilakukan untuk meregulasi industri kripto.

“Jadi, menurut saya ketika kita melihat Asia Pasifik, kita melihat sejumlah yurisdiksi pada tahapan yang berbeda. Namun, mereka semua bergerak ke arah yang sama, lintasannya yang sama, bahwa mereka ingin memberikan kejelasan peraturan [bagi industri kripto].”

Rahul Advani bahkan melihat yurisdiksi yang sudah matang pun terus memperbarui peraturan mereka seiring berjalannya waktu. Singapura, misalnya, baru saja mengeluarkan pedoman regulasi stablecoin pada 15 Agustus lalu.

“Jadi tentu saja, Anda tidak ingin peraturan menjadi statis, bukan? Market itu dinamis. Jadi, Anda ingin kerangka peraturannya juga dinamis,” terangnya.

Ia melihat bahwa pihaknya melihat sejumlah regulator di Asia Pasifik berupaya memperbarui peraturan mereka seiring dengan perkembangan market. Dia memperkirakan akan ada lebih banyak kejelasan peraturan dari yurisdiksi di Asia Pasifik pada tahun 2024.

“Jadi menurut saya, pasti ada banyak potensi bagi Asia untuk terus berkembang sebagai sebuah crypto hub, karena peraturan sedang dibangun untuk mendukung hal tersebut.”

Jika melihat sedikit lebih jauh ke Asia Barat, bahkan Uni Emirat Arab (UEA) memiliki kerangka kerja yang sangat progresif. Timur Tengah kini muncul sebagai sebuah hub.

Ripple juga melihat Uni Eropa (UE) dengan Markets in Crypto Assets (MiCA) sebagai rezim regulasi yang progresif. Namun, hal itu sampai sekarang belum tercipta di AS. Menurut Rahul Advani, itu sangat disayangkan.

“AS menderita karena kurangnya kejelasan peraturan, dengan Komisi Sekuritas dan Bursa (SEC), sayangnya, melihat peraturan melalui ‘pendekatan penegakan hukum’. Apa yang ingin kami lihat adalah apa yang dilakukan oleh regulator di APAC. Ketika Anda menerapkan peraturan, berdasarkan UU, Anda memiliki kerangka legislatif yang mendukung kerangka peraturan Anda,” paparnya.

Sejumlah negara saat ini tengah gencar mengeksplorasi penerbitan CBDC di wilayahnya, termasuk Indonesia. Temukan penjelasan selengkapnya tentang proyek CBDC Tanah Air di Bedah White Paper Rupiah Digital: Utilitas hingga Roadmap CBDC Indonesia.

Terlibat dalam Proyek Percontohan CBDC Ritel Hong Kong

Pada 18 Mei lalu, Otoritas Moneter Hong Kong (HKMA) memperkenalkan program percontohan perdana mata uang digital bank sentral (CBDC) Hong Kong dolar digital (e-HKD).

Untuk mencari beberapa kasus penggunaan yang berbeda dari CBDC ritel Hong Kong, ada sekitar 16 perusahaan yang telah terpilih, termasuk Ripple. Bermitra dengan Fubon Bank, yang merupakan salah satu bank komersial terbesar di Taiwan, Ripple terpilih untuk mendemonstrasikan solusi tokenisasi aset real estate.

Ripple mencatat bahwa tokenisasi aset dunia nyata (RWA) diperkirakan akan menjadi industri bernilai triliunan dolar AS (USD) pada tahun 2030. Tokenisasi komoditas seperti real estate mendapatkan daya tarik dalam sektor jasa keuangan dan pemerintah sebagai kasus penggunaan utama.

Bagi kebanyakan orang, rumah menjadi salah satu aset utama dalam total portofolio kekayaan mereka, dengan kemungkinan peningkatan nilainya seiring berjalannya waktu. Namun, terdapat sejumlah hambatan. Prosesnya bisa mahal, lama, dan rumit.

Dengan melakukan tokenisasi aset memanfaatkan kekuatan teknologi blockchain, seperti XRP Ledger (XRPL) dan Platform CBDC Ripple, warga Hong Kong diharapkan dapat merasakan proses pelepasan ekuitas atas portofolio real estate mereka dengan lebih cepat dan efisien. Sementara itu, bank komersial juga dapat memperoleh manfaat dari kecepatan penyaluran pinjaman yang lebih tinggi dan pembayaran yang lebih fleksibel.

“Dengan melakukan tokenisasi aset, hal itu membuka lebih banyak peluang untuk mendapatkan nilai dari portofolio real estate dengan lebih lancar. Jadi, Anda dapat melakukan hipotek terbalik (reverse mortgage) dengan bank. Anda dapat membagi real estate itu serta menjadikannya token dan menjualnya ke beberapa entitas,” terang Advani.

Dia mengatakan bahwa Ripple bersama HKMA melakukan proyek percontohan ini dengan cara yang benar. Sebab, regulator melakukan beberapa uji coba bersama pelaku industri untuk mencari tahu kasus penggunaan CBDC, dan mengetahui masalah apa saja yang dapat dipecahkan CBDC ritel di Hong Kong.

Mendekati acara Hong Kong FinTech Week pada akhir Oktober dan awal November 2023, HKMA dan Ripple akan melihat hasil uji coba mereka dan menatap langkah selanjutnya.“Kami sangat yakin dengan kasus penggunaan yang sedang kami selesaikan, serta fakta bahwa Anda dapat membuka nilai dalam real estate dengan menggunakan CBDC ritel Hong Kong,” pungkas Rahul Advani.


Mais notícias de Beincrypto

Mais notícias